WELCOME KNIGHT

LEARN AND ENHANCE THE VALUABLE COMPILED KNOWLEDGE

Selasa, 01 Desember 2009

Panduan Penulisan Tugas Akhir Business English

PANDUAN PENULISAN MAKALAH / TUGAS AKHIR SEMESTER
BUSINESS ENGLISH


A. FORMAT

  • Jumlah kata (word count) : 4.000 – 5.000 ; atau 10 – 12 halaman
  • Ukuran kertas A4
  • Dijilid dengan kertas warna biru (BA Senior 1) dan warna merah (BA Senior 2).
  • Sampul mencantumkan: judul Tugas Akhir Semester Business English, Nama dan NIM
  • Pilihan font: Times New Roman (12), Palatino Linotype (11), Arial (11)
  • Mencantumkan nomor halaman di bagian bawah , center
  • Margin kanan, kiri, atas dan bawah menggunakan ukuran default atau standar
  • Spasi: 1,5, plihan alignment: kiri, atau justified
  • Paragraf menjorok ke dalam, dengan jarak spasi 1,5 dengan paragraf sebelumnya
  • Surat pernyataan bahwa makalah yang dibuat adalah bukan plagiat dan hasil karya sendiri (ditandatangani dan diberi nama lengkap dan NIM)

B. SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika penulisan makalah adalah sebagai berikut:

Abstrak

Kata Pengantar (halaman … )

Daftar Isi (halaman … )

Bab I Pendahuluan (halaman … )
1.1. Latar Belakang Masalah (halaman … )
1.2. Perumusan Masalah (halaman … )
1.3. Ruang Lingkup Pembahasan dan Batasan (halaman … )
1.4. Tujuan Penulisan (halaman … )
1.5. Manfaat Penulisan (halaman … )

Bab II Pembahasan (halaman … )
2.1. Definisi Term (halaman … )
2.2. Pembahasan Masalah (halaman … )

Bab III Penutup (halaman … )
3.1. Kesimpulan (halaman … )
3.2. Saran (halaman … )

Daftar Pustaka
Lampiran

C. Tanggal-tanggal penting

1. 14 Desember 2009 : Batas akhir pelaporan tema/topik makalah
2. 15 Desember 2009 : Sesi presntasi 1 (BA Senior 2)
3. 16 Desember 2009 : Sesi Presentasi 1 (BA Senior 1)
4. 22 Desember 2009 : Sesi Presentasi 2 (BA Senior 2)
5. 23 Desember 2009 : Sesi Presentasi 2 (BA Senior 1)

D. Poin penilaian makalah adalah pada :

  • Orisinalitas ide
  • kejujuran dan sportifitas penulisan (tidak banyak kutipan, dan mencantumkan referensi)
  • sistematika penulisan (kejelasan alur berpikir) antara judul, permasalahan, tujuan, pembahasan, simpulan dan saran.
  • kejelasan pengungkapan permasalahan
  • ketajaman analisis
  • kemanfaatan penulisan

E. Poin Penilaian Presentasi

Presentasi makalah menggunakan bahasa inggris, dengan kriteria penilaian;

  • Preparation
  • Kreatifitas (Media PowerPoint)
  • Comprehension
  • Fluency
  • Accuracy




Minggu, 29 November 2009

poem

Let Your Spirit Guide You 


There is no place you can go to hide from the thoughts
that you keep contemplating over and over inside your mind...

There is no place you can venture where your true emotions
will be concealed and the secrets of your heart will not show...

There is no place in this whole wide world you can travel
to where your spirit does not direct or guide you towards your destiny...

Life is the experience of being you;
no one can ever be someone other than who they are...

The beauty found in each and every person is the essence of life...
Simply ... you are who you are and for whatever time you have to be,

You must not try to shadow yourself,
but, rather, express yourself...

Author Unknown

 



Selasa, 24 November 2009

Waspada News On Proprety

Bisnis properti bakal membaik semester II- 2009 

Ekonomi & Bisnis - Bisnis

WASPADA ONLINE


JAKARTA - Perusahaan konsultan properti Procon Savills memperkirakan pada semester II tahun 2009 penjualan properti akan membaik didukung membaiknya suku bunga kredit terutama kredit pemilikan rumah, apartemen, kantor dan sebagainya.

"Hampir semua indikator ekonomi membaik menjelang akhir tahun mulai dari tingkat bunga bank, nilai tukar rupiah, serta inflasi," ungkap Kepala Riset dan Konsultasi Procon Savills, Utami Prastiana di Jakarta, tadi malam.

Utami mengatakan, turunnya tingkat bunga kredit bank akan memberikan kontribusi positif kepada sub sektor perumahan dan kondominium, mengingat masyarakat yang mengakses fasilitas bank akan semakin luas untuk membeli produk-produk properti.

Indikasi membaiknya sektor properti dapat dilihat pada ruang perkantoran di kawasan bisnis Jakarta meningkat 1,4 persen dengan diselesaikannya pembangunan UOB Plaza Sudirman dan Lumina Tower Kuningan Persada dengan luas 53.000 meter persegi, paparnya.

Menurutnya, berdasarkan pra komitmen dari penyewa yang akan masuk diperkirakan tingkat hunian 60 persen, bahkan 10 persen dari total ruangan sudah terisi. 

Penurunan terjadi pada sektor ritel sebagai akibat rendahnya daya beli masyarakat, hanya saja untuk kawasan penyangga Jakarta, sektor ritel masih memiliki prospek bagus seperti Bogor, Tangerang, Bekasi, Karawang, kata Direktur Pengembangan Bisnis Procon Savills, Bayu Utomo.

Menurutnya, secara keseluruhan pasar kondominium dan apartemen sewa mengalami perbaikan sampai dengan semester I tahun 2009, kondisi ini akan terus berlanjut pada semester II.

Hanya saja dia meminta kepada pelaku ekonomi untuk mewaspadai kembali naiknya harga BBM setelah sebelumnya mengalami penurunan pada semester I.
 
"Harus diwaspadai karena komponen BBM itu menjadi penyumbang terbesar biaya pembangunan sektor properti," tuturnya.

Business: Property


Tahun 2008 Bisnis Properti Indonesia Akan Crash Boom Bang Lagi?

Pada tahun 1926 di Miami, Florida, hampir semua orang menginginkan pekerjaan apa saja asalkan di industri real estate. Saat itu, Florida menjadi tempat tinggal populer bagi mereka yang alergi udara dingin. Akibatnya, ekuilibrium pasar terganggu dengan permintaan jauh diatas pasokan tempat hunian, dan lahan yang semula di peroleh US$ 800 ribu, dalam waktu kurang dari setahun dapat dijual kembali lebih dari US$ 4 juta, jauh diatas nilai intrinsiknya.

Sebagai gambaran, dengan tidak melakukan penyesuaian terhadap inflasi, nilai tersebut setara dengan satu rumah mewah dalam lingkungan terbatas dan keamanan ketat di Miami saat ini. Hingga suatu ketika tidak ada lagi orang yang begitu bodoh untuk membeli dan para spekulan menyadarinya sebagi titik kulminasi. Sungguh luar biasa efek panic selling yang terjadi, harga lahan properti terjun bebas hingga di bawah harga semua (US$ 800 ribu). Selanjutnya, sejarah mengenangnya sebagai The Florida Real Estate Craze.

Di Indonesia, selama 2003 industri properti tumbuh 78%, lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya. Motor penggeraknya adalah pembangunan pusat-pusat perdagangan (trade center), hunian mewah (residensial dan terutama apartemen) dan gedung perkantoran dengan Jakara masih sebagai pusat gravitasi diikuti kota besar lainnya.

Melihat perekonomian Indonesia yang belum pulih dengan pertumbuhan ekonomi 3,5%-4% dengan target pertumbuhan 4,5%, serta penggerak perekonomian adalah sektor konsumsi, yang berseifat unsustainable, maka muncul kegamangan di bisnis ini. Mungkinkan akan terjadi property bubble? kalau terjadi, bagimana peluang bubble tersebut akan pecah?

John Wasik, penulis kolom Bloomberg News, mengatakan bahwa harga rumah akan turun sebagai akibat konbinasi antara tingginya utang barang konsumsi, angka pengangguran yang besar, pesatnya arus hot money masuk ke bursa dan tajamnya penurunan tingkat suku bunga tabungan dan kredit. Pendapatnya menjelaskan tentang indikator makroekonomi.

Bagimana dengan Indoensia? Jika analisis para pakar diberbagai media belakangan ini di simak, indikator yang sama juga terjadi disini. Sebagai contoh, data Badan pusat statistik tahun 2001 menunjukkan, pengangguran terbuka sebesar 8 juta orang dan terselubung sebesar 36 juta orang, atau total lebih dari 40 juta orang. Pada 2004, di perkirakan pengangguran terbuka 11 juta orang plus pengangguran terselubung sekitar 36 juta orang, atau hampir 24% dari jumlah penduduk Indonesia.

Bukti Empiris di beberapa negara menunjukkan, siklus real estate dapat terjadi pada fisikal properti, yaitu interaksi antara penawaran dan permintaan real estate yang berdampak pada vacancy rate dan biaya sewa. Selain itu juga pada kapitalisasi pasarnya berupa penciptaan nilai real estate melalui jumlah konstruksi baru. Kombinasi dari siklus real estate (baik fisikal pasar dan kapitalisasi pasarnya) terwujud dalam formulasi yang di kenal luas dalam bisnis ini, yaitu V=I/R. Dengan demikian nilai suatu real estate dapat naik atau turun sebagai perubahan pada pendapatan atau pada tingkat kapitalisasinya. Aplikasi kondisi ini pada berbagai fase siklus properti di gambarkan pada Grafik 1.

Grafik 1. Siklus Nilai Pasar Real Estate.  


Suku bunga properti , yang dalam masa krisis pernah melambung hingga 65% per tahun, kemudian terus turun hingga pada level 12%, meskipun masih diatas negara maju di Asia (7% pertahun), telah menunjukkan penurunan yang tajam.

Dampak potensial akan dipikul dua model investasi (spekulasi dan properti manajemen) dari peningkatan yang tajam terhadap median harga jual dan nilai properti residential, terutama pada sub pasar apartemen segmen atas. Sukses Badan Penyehatan Perbankan Nasional menjual aset properti Landed house sebagai barang sosial, yaitu menyediakan rumah layak huni dan terjangkau melalui sistem lelang, juga menunjukkan terjadinya kenaikan permintaan. Pada properti komersial, kenaikan median harga jual atau sewa terjadi utamanya pada subpasar mal dan pusat perdagangan.

Turunnya suku bunga kredit untuk properti dan naiknya median harga aset properti dengan slope yang tajam, menurut Frank Shostak dari Mises Insttitute, merupakan magnitude untuk terjadinya price bubble. Dapat dikatakan, industri properti berada pada fase akhir pemulihan dan menuju fase ekspansi. Pada fase ini pendapatan pemain di industri ini akan semakin meningkat, diiringi turunnya capitalisation rate. Disisi lain Ciputra (Kompas) mengatakan, kondisi bisnis properti tahun 2004 dan 2005 akan sama dengan keadaan sebelum krisis ekonomi tahun 1997. Lebih lanjut puncak bisnis properti akan terjadi pada tahun 2007/2008.

Jika dilihat dari pasar modal untuk industri ini, dengan menganalisis pergerakan saham gabungan dan sektor properti dari awal Januari 1997 hingga akhir desember 2003, indeks sektor ini memberikan beta di bawah 1 (satu) yaitu 0,45 terhadap indeks harga saham gabungan (IHSG) dengan adjusted R square 31,6%. Data ini menunjukkan adanya peluang investasi di sektor properti, baik di physical real estate market maupun di pasar modal.

Siklus real estate telah terbukti sebagai siklus volatil, persisten dan kompleks. Terpenting, siklus ini memiliki efek besar pada kehidupan manusia, kebutuhan dan kesejahteraannya (pyhrr et al). Siklus tersebut, dijelaskan Stoken, seorang behavioral economist, terbentuk dari perilaku yang crowded dan psikologi massa. Florida Real Estate Craze 1926 merupakan contoh terbaik untuk menjelaskan ini, yaitu harapan banyak orang melebihi nilai intrinsik properti. Grafik 2 menjelaskan bagaimana harapan itu melambung tinggi membentuk bubble dan kemudian pecah.

Grafik 2. The Dynamics Of A Real Estate Cycle.  


Jika dilihat berdasarkan konsep dan kenyataan industri properti di Indonesia masuk fase ekspansi, saat ini tentu telah terjadi harapan yang berada diatas siklus normalnya. Melihat penjualan apartemen mewah dan penyewaan tempat dipusat perbelanjaan (baik pusat perdagangan maupun mal) yang laris manis seperti kacang goreng, besar kemungkinan terjadi price bubble, terlebih jika pemainnya lebih banyak berperilaku spekulan daripada sebagai investor.

kapan price bubble akan pecah? study empiris menunjukkan, jangka waktu yang dibutuhkan dari fase dasar (poin 3 pada Grafik 1) hingga mencapai puncak (poin 9) adalah rata-rata 10tahunan sebagaimana yang terjadi di Austin Texas (AS), Inggris, Jerman dan Korea.

Ketika bubble pecah, nilai pasar real estate meluncur hingga ke titik di bawah nilai semula berlangsung selama lima tahun (1986-91) di Austin-Texas (Phyrr et al) dan hingga saat ini dalam masih fase ekspansi. Bagaimana dengan Indonesia? menyimak kejatuhan properti Indonesia pada tahun 1997, pertumbuhan (sektor konstruksi) sejak tahun 2002, serta pernyataan Ciputra bahwa kondisi properti Indonesia 2004 dan 2005 akan sama seperti sebelum krisis 1997 saat mengalami booming, dapat dikatakan bahwa industri properti Indonesia butuh waktu lima tahun untuk crash dan lima tahun untuk pulih dan berekspansi. Dengan demikian, booming akan mencapai puncak pada 2007, atau mungkin 2008. ?

****

Oleh: Nico Fernando Samad 
Sumber : Majalah SWA

Senin, 23 November 2009

Rising your Work spirit




Tips Semangat Kerja Tanpa Stress

Bila anda tidak mencintai pekerjaan anda, maka cintailah orang-orang yang bekerja di sana. Rasakan kegembiraan dari pertemanan itu. Dan, pekerjaan anda pun jadi menggembirakan.

Bila anda tidak mencintai teman kantor anda, maka cintailah gedung dan suasana kantor. Ini akan memotivasi anda berangkat kerja dan melakukan pekerjaan kantor dengan lebih bersemangat.

Bila ternyata anda tidak bisa melakukannya, cintai perjalanan pulang pergi dari dan ke tempat kerja anda. Perjalanan yang menyenangkan akan menjadikan tujuan perjalanan atau kantor tampak menyenangkan.

Tapi jika anda pun tak menemukan kesenangan di perjalanan, cintai apapun yang bisa anda cintai dari tempat kerja anda. Bisa tanaman hias di meja kerja, barisan semut di dinding, atau burung-burung yang beterbangan di luar sana. Apa saja !

Jika tidak juga menemukan sesuatu yang bisa anda cintai dari kerja anda, kenapa anda masih di situ??? Cepat pergi dan carilah apa yang anda cintai, lalu bekerjalah di sana. Hidup cuma sekali. Tak ada yang lebih indah selain melakukan sesuatu dengan cinta yang tulus.

Selasa, 17 November 2009

Verb Tenses Exercises


Choose the best tense. (Present Perfect, Past Simple, Future Simple, Past Continuous etc.)


1. _____ your homework?

a. Have you done b. Have you do c. Has you done d. Has you done e. Did you do  

2. Which books .......................................... to school yesterday?

a. did you take b. do you take c. have you taken d. take you e. took you 

3. When _____?

a. have you arrived b. has you arrived c. do you arrived d. did you arrived e. did you arrive 

4. We _____ my aunt next week on Friday. It will be her birthday.

a. are visiting b. have visited c. is visiting d. visited e. will visit 

5. We ............................... that film.

a. will already seen b. already did see c. has already seen d. already saw e. have already seen  

6. The weather forecast says the sun _____ tomorrow.

a. is going to shine b. is shining c. may shine d. shines e. will shine  

7. She _____ in this house for years.

a. has been living b. has lived c. have lived d. lived e. lives  

8. Many things _____ this month.

a. changed b. didn't changed c. has changed d. have changed e. would change  

9. Look! She ……………………………………….. from a large whisky-bottle.

a. are drinking b. drink c. drinks d. is drinking e. will drink  

10. Leif Ericson..................Vinland while he …………………………towards the west.

a. discovered ... sailed b. discovered ... was sailing  c. has discovered ... was sailing d. has discovered ... were sailing  e. was discovering ... sailed  

11. If I ....................... the Superman, I ........................

a. was fly b. were would fly c. were will fly  d. would be would fly  e. would be flew  

12. I ….……… (finish) doing this exercise.

a. am finishing b. has just finished c. have just finished d. just finished e. just have finished  

13. I ........................................... positive reviews about that film in the papers so I am going to see it.

a. has read b. have read c. read d. readed e. will read  

14. Hi Jane, you _____ sad! What's up?

a. will look b. looks c. look d. is looking e. are looking  

15. He …………………………… mineral water every day.

a. will drink b. are drinking c. is drinking d. drink e. drinks  

16. He was late. When he ......................... at the airport, the plane ...................
a. left ... had arrived b. has arrived ... left c. had arrived ... left  

d. had arrived ... had left  e. arrived ... had already left  

17. He ......................................... about everything!

a. will always complain b. is complaining c. is always complaining d. always complains e. always complain  

18. Harry ............... and we ............................ him the news.

a. had woken up told b. woke up were telling c. was waking up told  d. woke up told e. wakes up told 

19. After he .............................painting, he ..........................a shower.

a. has finished b. had had finished c. had had d. had finished had e. finished had finish have  

20. ........................................... rugby?

a. Did you ever played b. Do you ever played c. Has you ever played d. Have you ever play e. Have you ever played

Chose the best way to complete the sentences


11. London _____ a lot since 1975.
a. change b.changed c. has changed d. have changed e. will change  

12. I did my homework when I _____ television.
a. had watched b. was watch c. was watching d. watched e. watching  

13. If she asks for money, I _____ her.
a. will give b. gives c. given d. give e. gave  

14. The manager _____ soon.
a. arrived b. arrives c. has arrive d. is arriving e. will arrive  

15. She never _____ late to school.
a. is coming b. coming c. comes d. come e. came  

16. I met Jane while I _____ on the beach.
a. were walking b. was walking c. walking d. walked e. walk  

17. If I _____ the address, I would have gone there.
a. had known b. have known c. knew d. know e. known  

18. She _____ to London yesterday.
a. go b. gone c. had went d. went e. will go  

19. Scientists _____ a new planet.
a. had just discover b. has just discover c. have just discover d. have just discovered e. will just discovered  

20. The baby _____ usually well behaved.
a. are b. has c. is d. shall e. were  

21. I _____ my work now. Do not disturb me.
a. were doing b. was doing c. done d. do e. am doing  

22. She _____ cooking food daily.
a. liking b. likes c. like d. is liking e. has liked  

23. I _____ a letter tomorrow.
a. has written b. have written c. will write d. write e. write  

24. I _____ in this school for ten years.
a. were studying b. studying c. studied d. have been studying e. has been studying  

25. I _____ the pen before she did.
a. took b. taken c. take d. is taking e. had taken  

26. Look! The boy _____ the hill.
a. were climbed b. was climbing c. is climbing d. climbs e. climbing  

27. The bus _____ before I reached the bus-stop.
a. arrive b. arrived c. had arrived d. have arrive e. will arrive  

28. You should always _____ healthy food.
a. eat b. eaten c. eating d. shall eat e. was eating  

29. I _____ my grandmother next week.
a. would visit b. will visit c. visiting d. visit e. should be visit  

30. She caught them while they _____.
a. were talking b. was talked c. talked d. is talking e. did talked


Senin, 16 November 2009

Tips for learning English

Tips for Learning English 

Learning any new language takes a lot of dedication, practice and time. But all of that pays off when you are able to express yourself in an exciting new way. Learning English has limitless advantages. Job markets increase, grades go up and new friends are made. You will benefit greatly from learning English simply because so many people speak the English language. New horizons and opportunities will expand before your eyes. Use the following tips to help you in your language learning process.


 
Have desire –Want to learn a new language. Learning English requires a lot of study and          dedication. Only true desire will keep you motivated.


Know your motive –Why do you want to learn English? Is it to help you in school, your business or something else? Identify your reason and remember it when you are having a hard time.

Set goals –Set goals for yourself whether it be learning twenty words a week or giving a presentation in English at work next month. Goals will keep you motivated.


Study a little each day –Studying formally for at least 30–60 minutes a day will help you retain what you learn. At the beginning of each study session, review what you learned in the lesson before.

Make a set study schedule –Set aside a specific time for study each day. That way you are less likely to skip your lessons.


Study out loud –Pronounce the words out loud to yourself as you study. You will remember them more easily and you will be able to practice your pronunciation at the same time.


Use different learning methods –Language can be learned through different activities such as speaking, reading, writing, and associating pictures with words. Find out which method works best for you and use a variety of other methods for practice.


Practice speaking –Practice the language you have learned as much as possible.


Don't be afraid –Never be afraid to try speaking to other people even if you don’t know everything. They will appreciate your efforts.


Surround Yourself –Surround yourself with English. Read it, listen to it, watch it and speak it with others.


Listen to native speakers –Pay careful attention to native speakers using English. Observe the way they pronounce the words and how they use them.


Pronunciation is key –Imitate native English sounds as closely as you can. The more closely you pronounce words like native speakers, the better you will be understood.


Use good resources –Use dictionaries, workbooks, software and any other resource that will allow you to practice and expand your language.


Use what you know –Even if you know relatively little English, you should use what you know. You will be surprised at how much you can communicate with a few words or phrases.


Speed it up –Get used to listening to the language at normal speed. It will seem fast at first, but the more you know, the more it will sound normal.


Don't get stuck –If you don’t know a certain word, work your way around it. Use different words and actions to explain it, but don’t give up.


Have fun! –Learning a new language is fun and exciting. Recognize your progress and use your language for ultimate enjoyment.



These tips will help you on your way to English fluency. Enjoy your study and remember to use the language you have learned in as many circumstances as possible. Full immersion in the language is the fastest way to learn and learn well.

                                                                                                                                                                                      Taken from TopTenReviews Contributor 
 

nyoba

mandiri

Rabu, 11 November 2009

 PENDIDIKAN WAKTU:
Sebuah Strategi Budaya

Demi waktu, 

Sungguh manusia dalam keadaan merugi, 

Kecuali mereka yang beriman dan beramal shalih, dan

Saling menasehati untuk kebenaran dan kesabaranAl Qur’an, 


Surat al ‘Asr 

Pendahuluan 

Sejarah peradaban manusia telah dengan jelas menunjukkan kepada kita, bahwa kekayaan sumberdaya alam, warna kulit, dan kecerdasan sumberdaya manusia semata tidak menentukan keberhasilan sebuah bangsa menjadi bangsa yang maju dan makmur. Sebuah bangsa membutuhkan sikap, disiplin, integritas, kemauan bekerja keras, kepatuhan pada hukum dan peraturan, penghargaan kepada hak-hak orang lain, dan kegairahan untuk melakukan perbaikan terus menerus agar menjadi bangsa yang maju dan makmur. 

Masalahnya adalah, jika pendidikan kita dapat didefinisikan sebagai sebuah proses memaknai seluruh pengalaman hidup kita, pendidikan selama ini didekati secara formalistik sebagai sebuah sektor di antara sektor-sektor lainnya. Kebijakan pembangunan pendidikan nasional gagal menyadarkan kita untuk akrab dengan lingkungan kita sendiri dan kreatif menyediakan solusi-solusi bagi beragam persoalan kehidupan kita. Sebagai negara agraris, harus dikatakan, bahwa pembangunan pertanian kita saja tidak menunjukkan kinerja yang membanggakan, apatah lagi kinerja pembangunan kelautannya. Pendek kata, pendidikan kita gagal mengantarkan kita untuk memiliki kompetensi teknikal, dan sosial yang diperlukan untuk mengubah sumberdaya alam yang melimpah itu menjadi sumber kemakmuran dan kemajuan. Kita mengalami disorientasi dengan terlalu menekankan penguasaan kompetensi-kompetensi kognitif-akademik yang sempit, namun kurang memperhatikan jenis kecerdasan lainnya (menurut Howard Gardner ada delapan kecerdasan di luar kecerdasan linguistik dan matematik), termasuk soft-competence –seperti disiplin- yang justru dalam banyak hal jauh lebih menentukan keberhasilan kita sebagai individu maupun bangsa. 

Sewaktu kita di sekolah dan di kampus, sekolah dan kampus gagal mengembangkan kemandirian kita sebagai agen-agen perubahan (change agents) yang mengambil sikap kritis pada proses-proses pembangunan, namun seringkali justru menjadi benteng kemapanan, dan mereduksi diri menjadi sekedar diploma mills (pabrik ijazah). Kampus juga menjadi contoh yang buruk dalam manajemen waktu : prosentase mahasiswa yang mampu menyelesaikan kuliah tepat waktu (8 semester/ 4 tahun) cukup rendah (lihat Tabel 1). Kegagalan pendidikan kita tidak saja telah menyebabkan tidak saja sektor pertanian dan kelautan kekurangan para enterpreneur –sebagai agen perubahan- dan tenaga kerja dengan wawasan dan kompetensi yang memadai, dua sektor inipun merupakan dua sektor yang kurang berkembang, dan kurang terurus, terlebih sektor kelautannya. 

Kita sering dengan mudah mengambil kesimpulan bahwa keterbelakangan kita merupakan akibat dari sistem yang brengsek, ketiadaan leadership atau moral kita yang buruk. Beberapa sosiolog terkemuka mengatakan bangsa kita ini termasuk bangsa dan negara yang lembek (soft nation and state). Dalam rangka mengikhtiarkan perbaikan daya saing bangsa Indonesia dalam kancah kompetisi global saat ini Saya setuju, namun saya akan fokus pada satu persoalan pokok bangsa ini : ketidakpekaan (insensitivity) dan ketidakdisiplinan (indiscipline) kita terhadap waktu. Thesis saya adalah Indonesia hanya bisa keluar dari keterpurukan dan bangkit menuju kemajuan hanya dengan satu jalan : membangun budaya waktu yang sehat. Tabel 1. Prosentase mahasiswa yang selesai tepat waktu (8semester) TA 2006-2007 


  Universitas Indonesia ITS Surabaya Universitas Hasanudin
Prosentase lulus tepat waktu 51% 44% 21,42%



Jika budaya merupakan basis kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan teknologi sebuah masyarakat, maka ciri pokok yang membedakan sebuah bangsa yang maju dengan yang terbelakang adalah budaya waktunya. Artinya, sementara bangsa yang maju memiliki budaya waktu yang sehat, bangsa yang terbelakang tidak memilikinya. Budaya waktu yang tidak sehat pada sebuah masyarakat dicerminkan dari ketidakpekaan waktu masyarakat tersebut. Ketidakpekaan waktu menyebabkan implikasi merusak yang luas di berbagai bidang kehidupan masyarakat tersebut. Salah satu akibatnya adalah ketidakdisiplinan terhadap waktu, dan ini selanjutnya merupakan sumber keterbelakangan masyarakat tersebut. 

Pertama, ketidakpekaan kita terhadap waktu menyebabkan kita sulit berubah, dan takut menghadapi –jangankan memulai- perubahan. Waktulah yang menyediakan peluang perubahan terjadi –time makes changes probable. Jika manajemen merupakan seni mengubah sumberdaya yang terbatas untuk menghasilkan nilai tambah, kapasitas manajemen bangsa ini rendah. Kita tidak menghargai efisiensi yang lazim diperoleh jika proses-proses dapat dipercepat (hemat waktu). Keterlambatan dan penundaan (delays) merupakan hal yang lazim dijumpai, dan menyebabkan berbagai macam bentuk time-mismatches. Ketidakpekaan waktu bangsa ini terbukti sebagian oleh kenyataan bahwa ilmu manajemen kita tertinggal, dan pendidikan manajemennya terlambat bangkit. (Sebagai catatan, program Magister Manajemen yang pertama di Indonesia dilakukan oleh UI pada akhir tahun 1980-an, sedangkan program MBA di Harvard sudah dimulai 80 tahun sebelumnya). Sekalipun orang sering mengatakan yang diperlukan adalah kemampuan menjalankan rencana (eksekusi), perencanaan yang gagal sama saja dengan merencanakan kegagalan. Oleh karena itu kita melihat betapa banyak sektor yang mengalami salah urus (mismanaged, atau under-managed), dan akhirnya banyak proyek terlambat diselesaikan. Jika waktu merupakan sumberdaya yang penting karena sifatnya yang ever-decreasing, kesuksesan setiap manajemen amat ditentukan oleh kemampuannya mengelola waktu (time management) yang terbatas. 

Dari sudut pandang manajemen, waktu merupakan variable yang paling independen (most independent and least controllable). Mengelola waktu merupakan kegiatan terpenting untuk sukses dalam hidup pribadi maupun bisnis. Baik kualitas Q (perhatian pembangunan di era pertanian), maupun efisiensi E(perhatian era industri), dan waktu penyerahan D (delivery) pada akhirnya tergantung oleh waktu (perhatian utama era informasi). Di era teknologi informasi ini, persaingan akan dimenangkan oleh mereka yang tercepat, bukan yang terkuat. Bill Gates –CEO Microsoft- bahkan mengatakan ”competition at the speed of light”. Dengan mempercepat proses (memajukan jadwal penyerahan/delivery), mutu akan naik, sementara biaya akan turun. Kunci keberhasilan QED ini pada disiplin waktu.  

Kedua, ketidakpekaan kita terhadap waktu juga menghambat kita untuk berpikir proses dalam sebuah sistem (process and system thinking). Proses hanya mungkin atau pantas dilakukan jika waktu masih ada. Berpikir proses berarti berpikir sistem, berorientasi tujuan, bekerjasama dengan komponen-komponen sistem lainnya, pada waktu yang tepat dalam sebuah orkestrasi. Di samping pendidikan yang terkotak-kotak menjadi disiplin-disiplin yang berbeda-beda, ego-sektor merupakan gejala yang lazim ditemui sejak tahap perencanaan dimulai. Padahal, waktu-lah yang menyatukan berbagai macam sektor tersebut (time alignment). Oleh karena itu, sinergi dan koordinasi di tingkat pelaksanaan seringkali hanyalah ilusi belaka, begitu perencanaanya tidak memadu –bukan terpadu. Artinya, aspek keterpaduan yang terpenting adalah keterpaduan waktu. Perencanaan yang baik memadukan berbagai sumberdaya dan komponen sistem, tidak terpadu secara ajaib dengan sendirinya (otomatis). Perencanaan yang memadu memerlukan ikhtiar, dan kesanggupan bekerjasama pada waktu yang tepat. Perencanaan yang tidak memadu telah mendorong ketidaksimetrian informasi antar-sektor yang luas, menyebabkan kegiatan pembangunan sebagai upaya perubahan menjadi tidak efisien dan tidak efektif, serta membuka peluang korupsi. Banyak kegagalan, dan kesenjangan spasial, seringkali disebabkan oleh kesenjangan temporal (time-gap). 

Ketiga, ketidakpekaan kita terhadap waktu juga menjelaskan mengapa kemampuan rekayasa (engineering) kita lemah, sehingga bangsa ini tetap saja tinggal menjadi konsumen teknologi belaka. Sementara itu, banyak penggunaan berbagai bentuk teknologi tidak membawa manfaat sebesar yaang kita harapkan. Rekayasa merupakan sebuah proses penambahan nilai (value-adding process) melalui transformasi sumber-sumberdaya yang terbatas. Banyak produk-produk rekayasa buatan manusia ditujukan terutama untuk mempercepat (waktu) beragam kegiatan manusia. Kebutuhan untuk melakukan rekayasa hanya tumbuh jika kita memiliki kepekaan waktu yang tinggi. Percepatan berbagai macam kegiatan dapat dilakukan dengan memperkuat kapasitas manusia untuk melakukan berbagai kegiatan produksi dan distribusi barang-barang dan jasa-jasa. Tanpa rekayasa teknologis ini, produktifitas manusia modern tidak akan setinggi saat ini. Banyak insentif yang dijanjikan oleh aplikasi teknologi justru sirna oleh ketidakdisplinan terhadap waktu.  

Keempat, ketidakpekaan kita terhadap waktu telah mengakibatkan sektor jasa kita tertinggal perkembangannya. Mutu sektor jasa (services) –baik publik maupun swasta- ditentukan oleh kecepatan layanan tersebut sebagai dimensi pengalaman yang penting bagi seorang pelanggan. Bahkan orientasi pada pelanggan kita masih rendah. Ada pameo dan seloroh di kalangan masyarakat tentang sikap birokrasi : jika bisa dipersulit (artinya diperlama waktu pengurusannya), mengapa harus dipermudah (dipercepat) ? Penggunaan teknologi informasi hampir-hampir tidak dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, karena sikap birokrasi yang masih saja tidak menghargai waktu.

Persoalan-persoalan di sektor pelayanan publik seperti transportasi jelas-jelas menunjukkan betapa kita tidak memiliki kepekaan waktu yang memadai untuk bersikap disiplin waktu. Di samping kebijakan transportasi yangtidak berorientasi publik, kecenderungan kita memilih sarana transportasi individual (motor ataupun mobil) daripada transportasi publik, terutama kereta api, menunjukkan kapasitas disiplin waktu kita yang rendah. Pengelolaan transportasi berbasis rel mensyaratkan kemampuan dan disiplin waktu yang amat tinggi. Jepang bisa menjadi contoh bagaimana disiplin waktu dipertontonkan dalam pengelolaan transportasi kereta apinya yang amat maju. 

Berbagai macam kecelakaan transportasi di Indonesia akhir-akhir ini telah mengakibatkan tidak saja masyarakat domestik mulai meragukan aspek-aspek keselamatan transportasi, masyarakat internasional pun mulai ”menghukum” kita. Integritas sistem-sistem kereta api, kapal laut, dan pesawat terbang amat ditentukan oleh kesuksesan operasi (operational success) perusahaan-perusahaan yang mengoperasikannya. Kesuksesan operasi ini akan menentukan dan selanjutnya ditentukan oleh integritas sistem-sistem teknologis sarana-sarana transportasi tersebut. Keandalan sistem-sistem ini semuanya ditentukan oleh dukungan logistik yang merupakan time-driven activities (umur, jadwal perawatan dan penggantian suku cadang). Baru-baru ini Uni Eropa telah mengeluarkan larangan terbang atas maskapai penerbangan Indonesia, termasuk Garuda Indonesia. Bahkan Kerajaan Saudi Arabia telah mengindikasikan sikap serupa terhadap Garuda Indonesia. 

Kelima, ketidakpekaan kita terhadap waktu, di satu sisi telah menghambat kapasitas kita untuk berpikir jangka panjang ke masa depan, dan, di sisi lain, apresiasi kita yang rendah terhadap sejarah. Kita cenderung berpikir jangka pendek, dan instan, tidak memiliki visi yang jelas, dan oleh karenanya mudah tidak bersabar. Kita menjadi enggan merencanakan, dan kegiatan planning (bagi manajer, atau visioning bagi pemimpin) dinilai sebagai pekerjaan yang tidak penting. Orang sering mangatakan bahwa perencanaan itu tidak terlalu penting, yang lebih penting adalah pelaksanaannya.  

Kita juga tidak tahan menghadapi ketidakpastian dan ketidakjelasan (fog of the future yang diakibatkan oleh rentang waktu yang panjang dan dibawa oleh masa depan), sehingga terjebak pada isu-isu yang serba-pasti dan serba-jelas, serta kuantitatif . Padahal kita tahu, bahwa semakin pasti, jelas, dan quantifiable sesuatu, semakin tidak penting hal-hal tersebut. Akibatnya, kita enggan berpikir strategis, berpikir atas sesuatu yang benar-benar penting dan kualitatif, dan terlena berpikir atas yang sepele, remeh-temeh, teknis dan kuantitatif. Penghargaan berlebihan terhadap jurusan IPA dan meremehkan IPS dan bahasa sewaktu di SMA merupakan kecenderungan-kecenderungan yang tidak sehat yang masih terjadi sampai hari ini. 

Karena memimpin berarti membawa pengikut ke masa depan, keengganan menghadapi ketidakpastian dan ketidakjelasan ini merupakan sumber krisis kepemimpinan kita saat ini. Dalam sejarah Indonesia modern, kita bisa melihat bahwa kegagalan Habibienomics sebagian disebabkan karena Indonesia kekurangan kepemimpinan intelektual budaya yang mampu mengimbangi kepemimpinan teknologi Habibie yang amat menonjol saat itu.  

Keenam, ketidakpekaan kita terhadap waktu membuat kita tidak menghargai dinamika. Ketumpulan dinamik (dynamic blunt) menyebabkan bangsa Indonesia menjauhi anugerah Tuhan yang terbesar pada bangsa ini, yaitu anugerah kekayaan kelautan dan kepulauan Nusantara ini. Jika ciri menonjol budaya agraris (pertanian) adalah ”kediamannya”, ciri terpenting laut adalah ”perubahannya” (dinamikanya) yang dicerminkan oleh fenomena gerakan (motion) dan aliran (flow) : Jika kita diam dalam satu koordinat di laut, sebentar saja posisi kita sudah berubah akibat aliran gelombang, arus dan angin.  

Di samping pendidikan yang tidak diorientasikan secara lebih seimbang ke laut, ketumpulan dinamik membuat bangsa Indonesia kesulitan memahami laut, dan telah mendorong masyarakat kita melihat laut lebih sebagai misteri dengan penuh rasa takut, daripada sebagai anugerah dan potensi kemakmuran yang perlu dikelola. Pemerintah kolonial Belanda berhasil menjajah negeri ini selama tiga ratus tahun lebih dengan menguasai lautnya setelah menghancurkan infrastruktur kekuatan-kekuatan (kerajaan-kerajaan) pesisirnya. Kepekaan waktu-lah –yang khas negara maju- yang pernah membuat Inggris dan Belanda, kemudian AS sebagai kekuatan maritim global terbesar di dunia saat ini, sekalipun AS bukan negara kepulauan. Anggaran riset di bidang kelautan AS bahkan menyamai anggaran pendidikan nasional Indonesia.  

Ketujuh, ketidakpekaan kita terhadap waktu telah membuat kita terlena dengan time zoning yang merugikan selama bertahun-tahun. Sekalipun secara alamiah Indonesia membentang ke tiga wilayah waktu, namun pembagian wilayah waktu Indonesia justru merugikan. Akibat Indonesia terbagi dalam 3 wilayah/zona waktu, jendela transaksi ekonomi, sosial, budaya, dan politik menjadi lebih pendek 2-4 jam setiap hari, selama bertahun-tahun. Implikasi politik (dalam arti keutuhan NKRI) akibat ”keterpecahan waktu” (time-misalignment) ini tidak bisa diremehkan untuk Indonesia yang amat majemuk dan luas ini. Untuk mempermudah upaya-upaya mempersatukan Indonesia, keterpecahan waktu ini harus segera diakhiri. 

Merauke harus menunggu 2 jam, dan Makasar 1 jam setelah buka kantor untuk mulai melakukan transaksi dengan mitranya di Jakarta. Dan mereka harus tutup 2 jam (Merauke) dan 1 jam (Makassar) sebelum mitra Jakartanya tutup. Industri listrik, penerbangan, pariwisata, televisi, perbankan, dan perdagangan pada umumnya dirugikan akibat zonasi waktu ini. Seperti Cina, Indonesia yang memiliki bentang geografis yang setara seharusnya menggunakan satu wilayah waktu saja –sebut saja Waktu Kesatuan Indonesia-, dengan mengacu pada Waktu Indonesia Tengah (waktu Denpasar) agar terintegrasi dengan pasar utama Asia (Hongkong dan Singapura). Ini menunjukkan, Cina lebih cerdas mengelola waktunya daripada kita. 

Pendidikan Liberal Arts : membangun budaya waktu 

Dalam rangka melahirkan agen-agen perubahan di masyarakat, khususnya dalam rangka menyiapkan SDM yang mengemban tugas mentransformasikan sumberdaya alam menjadi besaran-besaran nilai tambah yang tinggi, pendidikan terpenting adalah pendidikan yang menumbuhkan kesadaran, penghargaan, dan kepatuhan (disiplin) terhadap waktu. Artinya, aspek disiplin yang terpenting adalah disiplin waktu (time discipline). Bagaimana kita menumbuhkan kepekaan waktu dan, kemudian, disiplin waktu ? Strategi terpenting dalam pendidikan yang membangun kepekaan terhadap waktu adalah bagaimana waktu tidak saja lebih mudah dipahami, namun juga menentukan keindahan dan kemenangan (dua hal yang menentukan kebahagiaan manusia, dan kejayaan sebuah bangsa) dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat sehari-hari. 

Pertama, kepekaan dan disiplin waktu dapat diajarkan tidak melalui kekerasan, namun melalui pendidikan sejarah. Jika pendidikan berarti memandu peserta didik ke masa depan, gagasan tentang masa depan ini hanya bermakna jika masa lalu juga memperoleh pemaknaan yang setara. Waktu sebagai rangkaian peristiwa dapat lebih dimaknai jika pendidikan sejarah disajikan dengan cara yang jauh lebih baik daripada yang diajarkan saat ini di sekolah-sekolah kita, tidak sekedar menghafalkan nama orang, serta tanggal, namun membahas peristiwa secara lebih komprehensif (menjawab pertanyaan mengapa, dan bagaimana).  

Kita menyaksikan betapa pelajaran sejarah disajikan demikian menarik di negara-negara maju, dan betapa museum-musem mereka merupakan tempat rekreasi yang diminati, dan betapa mereka menghargai waktu. Sementara di negara-negara yang kurang maju dan tertinggal, pelajaran sejarah seringkali merupakan pelajaran yang membosankan, museum-museum nya penuh debu dan sepi pengunjung, dan penduduknya terkenal dengan budaya ”jam karet”. Karena para pemimpin bangsa umumnya mereka yang belajar dan menghargai sejarah (ingat seruan Bung Karno untuk ”Jangan sekali-kali melupakan sejarah” –JAS Merah), pendidikan sejarah yang buruk tidak saja membuat kita tidak menghargai waktu, namun telah mengganggu kaderisasi kepemimpinan bangsa ini.  

Kedua, kepekaan waktu harus dipupuk melalui budaya membaca. Sementara masa depan adalah gagasan dan masa lalu hanyalah ingatan –yang juga gagasan-, waktu barangkali merupakan gagasan yang paling sulit untuk dicandra dan dipahami. Barangkali gagasan tentang waktu merupakan gagasan yang tersulit dipahami sesudah gagasan tentang Tuhan. Oleh karena itu, kemampuan menggagas merupakan prasyarat untuk peka terhadap waktu. Bahasa merupakan wadah di mana gagasan-gagasan itu disusun, dibentuk, dan bahkan diperjuangkan dalam bentuk tulisan, rencana-rencana, dan catatan-catatan peristiwa yang telah berlalu. Bahkan Indonesia, baik sebelum kemerdekaan 17 Agustus 1945, maupun saat ini, hanyalah gagasan belaka (an imagined society). Yang tercandra oleh mata hanyalah gunung-gunung dan lembah, hamparan laut biru, sungai-sungai, dan bentangan hijau sawah, serta rumah di kaki langit.

Membaca merupakan kegiatan yang ditujukan untuk memperluas wawasan dan mengembangkan kemampuan menggagas. Oleh karena itu, budaya membaca yang kuat merupakan prasyarat bagi budaya waktu yang sehat. Sayang sekali, kita gagal membangun budaya membaca. Kita melompat dari budaya tutur ke budaya nonton (TV). Jumlah judul buku baru yang terbit di Indonesia tidak lebih dari 5.000 judul/tahun, sementara di Malaysia sudah mencapai 15.000 judul/tahun, dan Inggris mencapai 100.000 judul tahun (ini termasuk buku karangan J.K. Rowling ”Harry Potter”). Di negara-negara maju, kita melihat orang membaca di mana-mana, termasuk sewaktu menunggu bis, kereta api, maupun pesawat terbang. Kemiskinan ekonomi merupakan akibat langsung dari kemiskinan gagasan. 

Oleh karena inilah, pendidikan bahasa yang bermutu merupakan pondasi yang penting bagi pendidikan yang menumbuhkan budaya membaca yang sehat serta penghargaan atas gagasan. Pendidikan bahasa perlu dititikberatkan pada penguasaan penggunaannya dalam kehidupan –bukan teori tentang bahasa-, terutama berkomunikasi secara verbal, dan menulis (membuat kolom, laporan, komposisi, buku, dsb.).  

Ketiga, kepekaan terhadap waktu dapat ditumbuhkan melalui pendidikan seni, terutama pendidikan musik yang mengembangkan kecerdasan musikal. Tidak saja melalui pendidikan musik kita mengasah kepekaan kita terhadap tempo, ritme dan dinamika melalui temporal experience yang sehat, kita bahkan mengasah kecerdasan kognitif kita. Kita melihat bagaimana pendidikan musik di Indonesia tertinggal, sehingga kecerdasan musik rata-rata orang Indonesia rendah, dan mereka yang memiliki kecerdasan kognitif yang tinggi masih kalah dengan mereka –dengan kecerdasan skolastik yang sama- yang belajar musik.  

Pemenang Nobel sains umumnya mereka yang, paling tidak, memiliki apresiasi musik yang tinggi, atau bahkan sanggup memainkan alat musik tertentu secara piawai. Bagi banyak orang, profesi musik sekalipun digandrungi (Indonesian Idol umumnya adalah penyanyi), masih saja dianggap tidak menjanjikan. Berbeda dengan di negara-negara miskin, di negara maju, mereka yang terkaya sebagiannya adalah para pemusik. Pendidikan kita harus membuka jalan-jalan baru ke masa depan yang sama baiknya (bahkan lebih baik) bagi anak-anak dengan kecerdasan musik yang tinggi. 

Keempat, kepekaan terhadap waktu dapat ditumbuhkan melalui pendidikan jasmani (olahraga). Melalui pendidikan jasmani, kita belajar melalui pengalaman spatial-temporal expereince bagaimana kecepatan, kekuatan, stamina, dan koordinasi amat menentukan efektifitas dan efisiensi gerakan tubuh, dan –dalam permainan berkelompok- akan menentukan kemenangan. Segera perlu dicatat, bahwa pelatihan jasmani yang baik akan ikut menentukan perkembangan kecerdasan kognitif kita. Bahkan, banyak dari kita yang baru dapat ”belajar” dengan baik setelah melakukan kegiatan olahraga (yang menyenangkan) terlebih dahulu. Kita melihat, bagaimana pendidikan Indonesia tidak mengembangkan kecerdasan kinestetik ini. Porsi pendidikan olahraga, baik waktu, sarana dan prasarananya, tidak sepadan dibanding dengan porsi pendidikan akademik-skolastik. Dalam khasanah Islam, Rasulullah bahkan menganjurkan kita untuk belajar berenang, berkuda dan memanah. 

Kelima, kepekaan terhadap waktu dapat ditumbuhkan melalui pendidikan yang mengembangkan ketrampilan mengelola waktu (time management). Salah satu cara menumbuhkan ketrampilan mengelola waktu adalah melalui pendidikan berbasis proyek (project-based learning) pemecahan masalah. Melalui pendidikan berbasis proyek ini, siswa diperkenalkan dengan penyelesaian masalah melalui pendekatan proyek dengan menggunakan sumberdaya yang terbatas, dalam jangka waktu tertentu, serta oleh sebuah tim. Ini sekaligus akan membangun kesadaran proses dan kesadaran sistem (organisasi), serta kemampuan bekerja dalam sebuah kelompok. 

Pembelajaran berbasis proyek juga mendorong kita untuk membuat rencana dan menjadikan kegiatan merencanakan sebagai kegiatan sehari-hari. Tanpa rencana, tidak ada prioritas, dan semua boleh dilakukan. Tanpa rencana berarti tanpa tujuan, dan evaluasi menjadi tidak relevan. Dengan merencanakan, tumbuh budaya penghargaan terhadap waktu yang sehat, dan kemudian mengembangkan disiplin waktu. Rasulullah bahkan mengatakan ”Jadikan hari ini lebih baik dari kemarin, dan esok hari lebih baik dari hari ini. Jika hari ini sama saja dengan kemarin, kamu rugi. Jika esok lebih jelek dari hari ini, kamu celaka”. Pesan Rasulullah ini mengandung hikmah bahwa kita harus senantiasa melakukan ”continuous self improvement”. 

Penutup 

Kita mengamati betapa pendidikan kita selama ini perlu direorientasikan kembali untuk mengembangkan pendidikan liberal arts yang membangun kesadaran sejarah, kecerdasan-kecerdasan bahasa, dan musik, serta pendidikan jasmani yang membangun kecerdasan kinestetik. Pendidikan semacam ini akan meningkatkan citarasa keindahan dan kejayaan yang kemudian akan menjadi motif yang lestari bagi kemajuan bangsa. Pendidikan Indonesia selama ini terfokus hanya pada kecerdasan-kecerdasan skolastik-kognitif-akademik melulu. Kita tidak saja menjadi pengimpor produk-produk musik (budaya) asing, kita juga terpuruk di bidang olah raga, dan kemudian juga tertinggal di bidang sains dan teknologi.  

Untuk mengeluarkan bangsa Indonesia dari kelompok bangsa tertinggal, pendidikan nasional perlu diarahkan agar warga negara memiliki kesadaran waktu dan, kemudian, disiplin waktu yang tinggi. Kepekaan waktu ini dapat dipupuk melalui kemampuan apresiasi warga negara pada sejarah, bahasa, seni musik, dan olahraga. Apresiasi ini akan menjadi pijakan bagi disiplin waktu, dan kompetensi manajerial, dan rekayasa yang dibutuhkan untuk mentransformaikan sumberdaya alam nasional menjadi besaran-besaran nilai tambah yang membawa kesejahteraan dan kemakmuran.  

Oleh karena itu benar, apabila Qur’an memberikan apresiasi yang tinggi terhadap budaya membaca (perintah dan ayat pertama Qur’an adalah perintah ”iqra’ !”), dan budaya waktu. Bahkan dikatakan ”waktu bagaikan pedang” (al waqt ka a-syaif). Bahkan semua orang akan merugi (jika mengabaikan waktu), dan ciri terpenting orang yang beriman adalah mereka yang menghargai waktu melalui amal shaleh (perbuatan yang membawa manfaat), dan cara hidup yang menghargai kebenaran dan (kesabaran) dalam mencapai tujuan hidup.